Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pariwisata mengalami perubahan besar. Wisata tidak lagi hanya soal pemandangan alam atau sejarah sebuah tempat, tetapi tentang pengalaman — sesuatu yang bisa dirasakan, diabadikan, dan dibagikan di media sosial. Salah satu strategi yang kini banyak digunakan oleh berbagai negara adalah menggabungkan pariwisata dengan budaya populer (pop culture). Langkah ini terbukti efektif dalam menarik wisatawan internasional, terutama generasi muda yang haus akan pengalaman unik dan interaktif.
Salah satu contoh yang paling menarik datang dari Korea Selatan. Negeri Ginseng ini tidak hanya dikenal lewat kuliner, teknologi, atau destinasi alamnya, tetapi juga melalui kekuatan budaya pop yang sangat besar: K-Pop, K-Drama, dan berbagai fenomena hiburan lain. Pemerintah dan industri pariwisata Korea melihat peluang emas ini dengan meluncurkan berbagai program wisata berbasis budaya pop. Salah satu yang terbaru adalah pengalaman wisata yang terinspirasi dari serial “Squid Game”, sebuah acara yang sukses besar di platform streaming global.
1. Dari Layar ke Dunia Nyata
Konsep dasar dari strategi ini sederhana: membawa elemen fiksi yang dicintai penonton menjadi kenyataan yang bisa dialami langsung. Dalam proyek “Squid Game Experience”, pengunjung dapat mengikuti serangkaian permainan yang menyerupai tantangan dalam serial tersebut — tentu dengan pengawasan ketat dan tanpa risiko berbahaya.
Para turis internasional yang datang ke Korea Selatan kini dapat mendaftar untuk mengikuti pengalaman ini sebagai bagian dari paket wisata. Setiap peserta akan diberikan seragam khas peserta Squid Game, memasuki area permainan yang dibuat menyerupai set film, dan melalui beberapa tantangan yang telah disesuaikan agar aman namun tetap menegangkan. Pengalaman ini bukan hanya hiburan, tapi juga bentuk keterlibatan emosional antara wisatawan dan budaya Korea.
Ketika seseorang menikmati pengalaman yang mengesankan, mereka akan menceritakannya kembali melalui media sosial — dan di sinilah efek domino promosi wisata mulai bekerja. Setiap unggahan di Instagram atau TikTok menjadi bentuk iklan gratis yang sangat efektif, menyebarkan citra positif tentang destinasi tersebut ke seluruh dunia.
2. Budaya Pop Sebagai Soft Power Pariwisata
Kekuatan budaya pop tidak hanya sebatas hiburan, tetapi juga alat diplomasi yang lembut, atau yang sering disebut soft power. Korea Selatan berhasil menggunakan fenomena K-Pop dan drama Korea sebagai jembatan untuk memperkenalkan gaya hidup, bahasa, hingga nilai-nilai budaya mereka kepada dunia.
Ketika turis dari negara lain datang ke Korea karena ingin melihat lokasi syuting drama favorit mereka, menikmati konser idol, atau sekadar membeli merchandise resmi, mereka sebenarnya sedang menjadi bagian dari strategi soft power itu sendiri. Negara mendapat keuntungan ekonomi, sementara citra nasional mereka di mata dunia menjadi semakin positif dan modern.
Strategi ini juga memberikan inspirasi bagi negara-negara lain. Jepang, misalnya, sudah lebih dahulu mengembangkan konsep wisata berbasis budaya pop melalui anime dan manga. Tokyo dan Osaka dipenuhi dengan kafe bertema karakter populer, toko suvenir eksklusif, serta acara cosplay internasional yang menarik jutaan pengunjung tiap tahun. Bahkan di Eropa dan Amerika, beberapa kota mulai memanfaatkan film atau serial populer sebagai daya tarik, seperti tur lokasi syuting “Harry Potter” di London atau “Game of Thrones” di Irlandia Utara.
3. Perubahan Tren Wisata Global
Generasi muda masa kini, terutama generasi Z dan milenial, memiliki pola pikir wisata yang berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Mereka tidak lagi mencari perjalanan yang hanya berisi foto pemandangan, melainkan pengalaman autentik dan personal. Mereka ingin merasa terlibat dalam cerita suatu tempat, bukan sekadar menjadi penonton pasif.
Budaya pop memberi ruang untuk hal tersebut. Melalui pengalaman seperti “Squid Game”, wisatawan merasa menjadi bagian dari kisah yang mereka tonton, bukan hanya pengamat. Konsep ini mendukung tren baru yang dikenal sebagai experiential tourism atau wisata berbasis pengalaman.
Selain itu, generasi muda lebih mudah terpengaruh oleh media sosial. Mereka cenderung mencari tempat yang “instagrammable” atau memiliki nilai estetik tinggi. Pemerintah dan pelaku industri pariwisata menyadari hal ini, lalu merancang atraksi wisata yang tidak hanya menarik secara budaya, tetapi juga menarik secara visual — mulai dari pencahayaan, desain interior, hingga kostum.
4. Dampak Ekonomi dan Inovasi Industri Kreatif
Strategi penggabungan budaya pop dengan pariwisata membawa dampak ekonomi yang besar. Korea Selatan mencatat lonjakan wisatawan mancanegara yang datang untuk mengikuti acara dan festival bertema budaya pop. Industri pendukung seperti hotel, restoran, transportasi, hingga toko suvenir mengalami peningkatan signifikan.
Selain itu, sektor industri kreatif dalam negeri juga terdorong untuk berinovasi. Banyak desainer lokal yang kini bekerja sama dengan perusahaan hiburan besar untuk menciptakan merchandise resmi, pakaian tematik, atau produk yang terinspirasi dari budaya pop. Sektor seni, teknologi digital, dan media pun ikut berkembang karena kebutuhan promosi dan produksi konten wisata interaktif.
Bahkan, beberapa universitas di Korea kini membuka program studi khusus di bidang tourism content design — sebuah disiplin baru yang memadukan ilmu pariwisata, seni, dan komunikasi untuk merancang pengalaman wisata berbasis budaya. Hal ini menunjukkan bahwa tren ini bukan sekadar sementara, melainkan evolusi nyata dari cara pandang baru terhadap pariwisata global.
5. Tantangan di Balik Kesuksesan
Meski terlihat menjanjikan, strategi pariwisata berbasis budaya pop juga memiliki tantangan tersendiri. Salah satu risiko utamanya adalah ketergantungan pada tren yang cepat berubah. Budaya pop bersifat dinamis — apa yang viral hari ini bisa saja dilupakan besok. Oleh karena itu, destinasi wisata harus mampu beradaptasi dengan cepat dan memperbarui konsep mereka agar tetap relevan.
Selain itu, ada kekhawatiran mengenai komersialisasi berlebihan. Jika semua elemen budaya diubah menjadi produk wisata, maka makna aslinya bisa memudar. Beberapa kritikus berpendapat bahwa budaya pop harus tetap memiliki ruang otentik sebagai karya seni, bukan hanya alat pemasaran. Karena itu, penting bagi pemerintah dan industri untuk menjaga keseimbangan antara nilai artistik dan nilai ekonomi.
Aspek keberlanjutan juga menjadi isu penting. Dengan meningkatnya kunjungan wisatawan, dampak terhadap lingkungan dan masyarakat lokal tidak bisa diabaikan. Pihak penyelenggara harus memastikan bahwa kegiatan wisata tetap ramah lingkungan dan memberikan manfaat ekonomi langsung bagi penduduk sekitar.
6. Menuju Masa Depan Pariwisata yang Kreatif
Melihat kesuksesan Korea Selatan, Jepang, hingga negara-negara Barat yang mengadaptasi konsep serupa, jelas bahwa masa depan pariwisata dunia akan semakin dipengaruhi oleh kekuatan budaya pop dan kreativitas digital. Teknologi seperti augmented reality (AR) dan virtual reality (VR) mulai dimanfaatkan untuk menciptakan pengalaman wisata yang lebih imersif.
Bayangkan turis yang datang ke Seoul bisa menggunakan kacamata AR untuk melihat karakter K-Drama favorit mereka “muncul” di jalan nyata, atau turis yang berada di London bisa berjalan mengikuti jejak karakter film melalui panduan interaktif di smartphone. Semua ini adalah bentuk baru pariwisata yang menggabungkan hiburan, teknologi, dan pengalaman nyata.
Negara-negara lain dapat belajar dari strategi ini. Indonesia misalnya, memiliki potensi besar untuk mengembangkan pariwisata berbasis budaya populer lokal. Film, musik, hingga cerita rakyat bisa diadaptasi menjadi pengalaman wisata interaktif yang menarik wisatawan mancanegara. Contohnya, menghidupkan dunia fiksi “Si Juki”, “Wiro Sableng”, atau kisah-kisah legenda daerah melalui taman tematik dan festival budaya.
7. Kesimpulan
Budaya pop kini bukan sekadar hiburan, melainkan kekuatan ekonomi dan sosial yang mampu mengubah wajah industri pariwisata dunia. Strategi kreatif seperti yang dilakukan Korea Selatan melalui pengalaman “Squid Game” menjadi bukti bahwa inovasi dalam pariwisata tidak harus selalu berfokus pada keindahan alam, tetapi bisa juga pada keterlibatan emosional dan interaktif antara wisatawan dengan budaya setempat.
Dengan kombinasi antara kreativitas, teknologi, dan pemahaman mendalam terhadap perilaku wisatawan modern, pariwisata berbasis budaya pop berpotensi menjadi masa depan industri global. Dunia kini sedang bergerak menuju era baru — di mana setiap orang ingin menjadi bagian dari cerita, bukan sekadar pengunjung biasa.
Dan di tengah era digital yang penuh persaingan, negara yang mampu memadukan budaya dengan pengalaman otentiklah yang akan memimpin panggung pariwisata dunia.