New York, 1 Agustus 2025 – Pasar saham Amerika kembali diguncang setelah raksasa teknologi Amazon dan Apple melaporkan kinerja dan proyeksi terbaru mereka di tengah tekanan ekonomi global serta kebijakan tarif baru dari Gedung Putih. Meskipun keduanya merupakan ikon teknologi AS, investor menanggapi laporan mereka secara sangat berbeda, mencerminkan perbedaan strategi dan ekspektasi pasar terhadap masa depan dua perusahaan besar ini.
📉 Amazon: Prospek Mengecewakan, Harga Saham Turun Tajam
Amazon.com Inc (AMZN) menjadi sorotan utama setelah sahamnya merosot lebih dari 7% dalam perdagangan setelah jam bursa. Penurunan ini terjadi setelah perusahaan merilis laporan keuangan kuartal kedua yang mengecewakan, terutama dari sisi proyeksi pendapatan kuartal ketiga.
Dalam laporannya, Amazon memang mencatatkan pertumbuhan pendapatan sekitar 11% YoY, tetapi angka tersebut masih di bawah ekspektasi analis. Selain itu, divisi cloud computing mereka, Amazon Web Services (AWS), yang selama ini menjadi mesin profitabilitas utama, menunjukkan pelambatan pertumbuhan akibat meningkatnya kompetisi dan penghematan belanja IT dari perusahaan besar.
CEO Amazon, Andy Jassy, dalam pernyataannya mengakui bahwa tantangan ekonomi global, kenaikan biaya logistik, dan ketidakpastian tarif impor turut membebani kinerja mereka. Ia juga menyebut bahwa kebijakan tarif baru dari pemerintahan AS terhadap mitra dagang utama seperti India, Taiwan, dan Kanada akan menambah tekanan terhadap biaya operasional Amazon secara global, mengingat jaringan distribusi dan pemasok mereka tersebar luas di negara-negara tersebut.
🍏 Apple: Kinerja Kuat Tapi Waspada, Saham Bertahan
Berbeda dengan Amazon, Apple Inc (AAPL) berhasil mempertahankan kepercayaan pasar meskipun menghadapi tekanan yang sama. Dalam laporan terbarunya, Apple mencatat pendapatan US$ 92,3 miliar, naik 8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu, dengan margin laba bersih yang masih stabil. Divisi produk unggulan seperti iPhone dan Mac mencatatkan penjualan solid, sementara layanan digital seperti iCloud, Apple Music, dan App Store menyumbang kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan.
Namun, dalam sesi tanya jawab bersama analis, CEO Tim Cook menyatakan bahwa tarif baru yang diterapkan terhadap beberapa negara asal pemasok Apple, seperti China dan Taiwan, bisa berdampak pada biaya produksi dan logistik. Menurut estimasi awal Apple, tambahan tarif tersebut dapat meningkatkan beban biaya hingga US$ 1,1 miliar per tahun jika tidak dilakukan penyesuaian rantai pasokan.
Meski demikian, Apple menyampaikan bahwa mereka telah mulai mendiversifikasi rantai produksi ke negara seperti India dan Vietnam sejak beberapa tahun terakhir, sebagai bagian dari strategi mitigasi risiko geopolitik. Hal ini menjadi salah satu alasan mengapa pasar lebih optimis terhadap kemampuan Apple untuk mengelola dampak jangka pendek dari kebijakan perdagangan AS.
💼 Sentimen Pasar: Risiko Sistemik dan Rotasi Sektor
Penurunan saham Amazon menjadi bagian dari kekhawatiran lebih luas atas sektor teknologi, yang selama ini menjadi motor penggerak utama bursa AS. Saham-saham teknologi lainnya seperti Meta, Google (Alphabet), dan Nvidia juga mencatat penurunan meskipun dalam skala lebih kecil.
Analis dari Goldman Sachs menyebut bahwa rotasi sektor dari teknologi ke sektor-sektor defensif seperti energi dan utilitas mulai terlihat sejak minggu lalu. Investor tampaknya mencari perlindungan dari volatilitas yang tinggi di sektor teknologi akibat tingginya valuasi serta potensi perlambatan pendapatan.
🔍 Kesimpulan
Kinerja beragam antara Amazon dan Apple memberikan pelajaran penting bagi investor. Di satu sisi, ketahanan fundamental dan diversifikasi global seperti yang dimiliki Apple mampu menjaga kepercayaan pasar. Di sisi lain, ketergantungan terhadap pertumbuhan yang cepat, seperti yang terjadi pada Amazon, bisa menjadi titik lemah saat dinamika ekonomi global berubah cepat.
Dengan tekanan dari tarif perdagangan, potensi perlambatan ekonomi, serta suku bunga tinggi yang masih bertahan, pasar teknologi AS memasuki fase yang lebih hati-hati. Investor kini dituntut untuk lebih selektif dan tidak lagi mengandalkan euforia pertumbuhan tinggi semata, melainkan juga menilai strategi mitigasi risiko jangka panjang yang diambil perusahaan.